CYBER POLKRIM
Kuningan cyber polkrim - Gubernur Jawa barat Dedi Mulyadi atau yang biasa di sapa KDM, menyarankan pihak sekolah agar bisa menampung anak didik hingga di batas maksimal 50 siswa per kelas hal itu tentu ada maksud dan tujuan baik diantaranya jangan sampai ada anak sekolah terjadi DO atau putus sekolah . Penting bagi siswa SMA untuk tidak melakukan drop out (DO) atau putus sekolah karena pendidikan adalah kunci untuk membuka peluang lebih besar di masa depan, termasuk peluang pekerjaan dengan penghasilan lebih baik dan kualitas hidup yang lebih baik secara keseluruhan. DO dapat meningkatkan risiko pengangguran, kemiskinan, dan terlibat dalam perilaku berisiko.
.Namun terkadang aturan itu bertentangan dengan apa yang terjadi dilapangan
Contohnya ada yang siap dengan penambahan siswa menjadi maksimal 50 siswa ada juga yang kekeh dalam situasi yang semula .contoh di SMAN jalaksana Kuningan saat ngobrol dengan bagian sarana tentang adanya informasi masuk ke SMAN I jalaksana banyak yang tidak bisa masuk , dengan tegas pihak sarana berucap " disini di SMAN I jalaksana tidak ada penambahan siswa cukup seperti biasa yaitu keluar segitu yang diterima pun sebanyak, ketika ditanya bukan kah pak gubernur mengatakan maksimal 50 siswa supaya orang terdekat tertampung semua..? Dengan tegas dia berucap SOK AJA kalau gubernur mau ngasih bantuan mah " nih bantuan lokalnya nih meja kursinya mungkin bisa kita tambahkan siswa .tapi kalau cuma aturan tanpa ada realisasinya langsung ya buat apa." Ucapnya .
Realisasi di lapangan, Ketimpangan dalam sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) kembali menjadi sorotan salah satunya yang terjadi di daerah Kuningan Jawa Barat , Seorang siswi berinisial AKZ (15), warga Kecamatan Kramatmulya, dilaporkan belum diterima di sekolah manapun hingga saat ini. Kondisinya kini sangat memprihatinkan. Ia kerap menangis dan merasa malu terhadap teman-temannya yang sudah mulai masuk sekolah, tentu hal ini harus menjadi kajian bagi KDM Gubernur Jawa barat,.siapa yang slah dan siapa yang mau disalahkan.? Entahlah yang jelas banyak anak yang putus sekolah bahkan ada anak di sman 3 Kuningan yang diduga anak di bulying temn temannya tapi anak itu pula yang pada akhirnya dikeluarkan dari sekolah yang kembali terjadi DO.
Melihat permasalahan ini, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kuningan langsung bergerak. Dipimpin oleh Ketua PSI Kuningan, Asep Susan Sonjaya Suparman alias Asep Papay, bersama Ketua Bapilu PSI Kuningan Abas Yusuf, mereka melakukan kunjungan ke SMAN 3 Kuningan. Kedatangan mereka diterima oleh Humas sekolah, Nining Cartini.
“Kami prihatin. Ini bukan hanya soal kuota atau angka. Ini soal anak manusia, yang masa depannya dipertaruhkan karena sistem,” kata Asep Papay saat audiensi, Selasa (22/7).
Menurutnya, SMA 3 Kuningan bukanlah yang pertama. Sebelumnya, pihaknya juga telah mendatangi SMAN Jalaksana, namun kedua sekolah menyatakan bahwa kuota sudah penuh dan tidak memungkinkan adanya penerimaan secara offline.
“Kalau sistem membuat anak-anak kita putus sekolah, maka sistem itu perlu dievaluasi. AKZ hanya salah satu contoh. Berapa banyak lagi yang mengalami nasib serupa tapi tidak terdata?” ujarnya dengan tegas.
PSI menegaskan bahwa akan terus memperjuangkan hak-hak siswa seperti AKZ agar tetap bisa melanjutkan pendidikan. Bila upaya di tingkat sekolah tidak membuahkan hasil, PSI berencana membawa persoalan ini langsung ke Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
“Kami tidak akan tinggal diam. Apapun caranya, yang penting tidak ada anak di Kuningan yang harus berhenti sekolah hanya karena terbentur sistem,” pungkas Asep Papay.
PSI juga mengajak masyarakat untuk melaporkan kasus serupa agar dapat diperjuangkan bersama.
Ungkapan lain juga dikata Dhian Setiawan dari anggota lembaga LPKN DPD PROV Jawa barat dirinya mengkaji tentang PPDB sekarang ini menurut dia banyak yang harus di benahi dilapangan yang pada akhirnya memusingkan pihak sekolah ataupun masyarakat yang pada akhirnya dia berharap PPDB ke depan bisa kembali seperti dulu .
PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) seringkali menyisakan masalah di masyarakat karena beberapa faktor, meskipun tujuan utamanya adalah pemerataan pendidikan yang adil dan merata. Masalah yang sering muncul meliputi pungutan liar, kekurangan siswa di sekolah tertentu, kesulitan beradaptasi dengan sistem online, serta potensi penurunan kualitas sekolah dan peningkatan ketidakdisiplinan akibat seleksi yang tidak lagi murni berdasarkan prestasi dan ini yang harus dikaji lebih jauh oleh i semua komponen
Lip red